Today News

Rabu, 08 Desember 2010

Scalping Pada Valas, Konsep Dan Prakteknya.

Dengan semakin maraknya perdagangan valuta asing yang didukung oleh perkembangan teknologi internet, minat masyarakat secara global untuk melakuakn investasi pada perdagangan ini semakin meningkat.

Semakin meluasnya minat investasi pada perdagangan forex ini juga mendorong investor untuk mengembangkan metode dan strategi perdagangan sehingga dapat mengoptimalkan profit dan menekan resiko.

Salah satu metoda dan strategi yang mendapat minat luar biasa dari investor forex adalah strategi “scalping”, yang merupakan metoda trading yang diuntungkan dengan adanya fasilitas instant execution pada perdagangan valas.

Scalping secara sederhana dapat dijabarkan sebagai “ strategi untuk memperoleh profit dengan cara membuka posisi baik sell ataupun buy, dan menutup posisi tersebut sesegera mungkin setelah posisi yang dibuka menghasilkan profit”.

Pada strategi scalping, faktor manajemen resiko merupakan aspek yang menjadi perhatian utama dan hal ini adalah salah satu hal yang menyebabkan mengapa semakin banyak investor/trader yang berminat menggunakan strategi ini.


Ilustrasi Dasar Scalping


Teradapat banyak variasi dalam metoda dan startegi scalping, namun ciri khas dari metoda ini adalah “ mengambil profit sedikit dalam waktu sebentar dan melakukan transaksi dalam frekuensi yang relatif sering”.
Secara sangat sederhana pelaksanaan praktek scalping dapat digambarkan sebagai berikut :



Gambar diatas merupakan chart M5 pada perdagangan valuta asing pair GBP/USD 11 November 2010.Dengan metoda dan strategi scalping yang sesuai, maka investor atau trader dapat membuka posisi sebanyak 4 kali seperti yang terlihat pada gambar diatas.

Pada posisi 1 , potensi profit yang dapat diperoleh adalah sekitar 20 pips dan dapat diperoleh dalam waktu sekitar 40 menit , pada posisi 2 adalah sekitar 23 pips selama 20 menit, posisi 3 sekitar 15 pips selama 35 menit dan posisi 4 sekitar 15 pips selama 25 menit. Sehingga dalam satu hari perdagangan dengan melakukan scalping, investor atau trader setidak-tidaknya akan melakukan 4 kali transaksi, bahkan mungkin lebih dari itu.


Kendala Praktis.


Dengan metoda scalping, investor/trader pada umumnya tidak membuka posisi terlalu lama, bahkan tidak jarang juga yang membukan hanya dalam hitungan puluhan detik dan mengambil net profit hanya 2-4 pips. Investor/trader tersebut melakukan dengan frekuensi yang sangat sering hingga tidak jarang ada yang mampu membuka transaksi puluhan kali dalam satu hari perdagangan.


Namun demikian, praktek scalping pada umumnya menghadapi kendala, salah satunya adalah kendala dari sisi broker. Pada perdagangan valas retail, terdapat beberapa boker yang tidak mengijinkan dilakukannya scalping. Broker tersebut akan memperlakukan berbeda kepada investor yang melakukan scalping.

Hal lain yang dapat dilakukan oleh broker adalah dengan mempersulit entry atau exit posisi dengan sering terjadinya re-quote. Pada saat perdagangan tengah berlangsung terkadang sulit bagi investor/trader untuk entry/exit pada posisi yang diinginkan, walaupun dijanjikan adanya fasilitas instant execution.

Sehingga dengan demikian, walaupun metoda scalping sangat menjanjikan namun pada prakteknya belum tentu dapat dilakukan dengan baik. Salah satu cara mengatasi hal tersebut biasanya invstor/trader mencari broker valas yang benar-benar mampu memberikan fasilitas instant execution.

TOP 10 TRADING THOUGHTS

  1. You only have three choices when you are in a bad position, and it is not hard to figure out what to do: (1) Get Out, (2) double up, or (3) spread it off. I have always found getting out to be the best of all three choices. 
  2.  No opinion on the market or you are doubtful about market direction? Then stay out. Remember, when in doubt, stay out.   
  3. Don’t ever let anyone know how big your wallet is, and don’t ever let anyone know how small it is either
  4. If you snooze, you lose. Know your markets, when they trade, and what reports will affect the market price. 
  5.  The markets will always let you in on the losers; the market’s job is to keep you out of winners. Dump the dogs and ride the winning tide.
  6.  Stops are not for sissies.
  7. Plan your trade, than trade your plan. He who fails to plan, plans to fail.
  8. But the rumor and sell the fact. Watch for volatility in these situations; it usualy marks tops or bottoms in the markets.
  9. Buy low, sell high. Or buy it when nobody wants it, and sell it when everybody has to have it!
  10.   It’s okay to lose your shirt, just don’t lose your plants; that is where your wallet is.

Rabu, 24 November 2010

Dinamika 'Safe Haven' dan 'Risk Appetite' Dalam Investasi Produk Komoditi

(Vibiznews – Column) – Investasi di bidang komoditi sampai dengan saat ini memang masih menjadi favorit bagi banyak kalangan terutama bagi para investor yang cenderung mencari alternatif investasi ditengah investasi yang bersifat mutual fund. Seperti juga pada jenis-jenis investasi lainnya, pada investasi di bidang komoditi juga terdapat imbas atau pengaruh yang didatangkan dari faktor fundamental ekonomi. Namun untuk jenis faktor ini, proporsi cenderung lebih dominan dibandingkan dengan jenis investasi lainnya. Kondisi tersebut terbilang wajar mengingat dalam investasi di bidang komoditi banyak hal yang dapat mempengaruhi pergerakan harga-harga komoditi, seperti dampak nilai tukar, kondisi alam/cuaca, jumlah persediaan ataupun dari data-data ekonomi dunia.

Dengan adanya pengaruh-pengaruh tersebut maka investasi di bidang komoditi cukup memberikan sebuah tantangan tersendiri bagi para investor. Namun tidak semua komoditi memiliki tantangan yang sama, bahkan bagi beberapa komoditi dapat menjadi favorit investasi karena komposisi resiko dan tantangannya cenderung lebih rendah dibandingkan komoditi lainnya. Maka dari itu, bagi para analis dan juga para investor, investasi di bidang komoditi dibagi dua berdasarkan resikonya yaitu ’safe haven’ dan ’risk appetite’.

Komoditi ’Safe Haven’ vs Komoditi ’Risk Appetite’
Kedua jenis perbedaan resiko yang terdapat dalam investasi komoditi tersebut terdapat dan identik dalam beberapa komoditi tertentu. Pada komoditi ’safe haven’ misalnya, emas sangatlah identik dengan ungkapan tersebut. Emas dinilai memiliki resiko yang lebih rendah dibandingkan dengan komoditi-komoditi lainnya. Bahkan terkadang pergerakan emas cukup berlawanan dengan kondisi fundamental yang terjadi di pasar. Maka dari itu, investor menjadikan emas sebagai investasi utama ditengah kondisi ketertekanan fundamental ekonomi. Sejak 3 tahun terakhir misalnya, emas menjadi satu-satunya komoditi yang terus bergerak progresif meski berada dalam lingkup krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 yang lalu.

Kondisi tersebut tersebut dapat terlihat dari terusnya pencetakan rekor-rekor terbaru harga emas sampai dengan yang terakhir di posisi 1265 dollar per troy ons. Dan sepanjang 3 tahun terakhir, pencetakan rekor-rekor harga emas berkaitan dengan kisruhnya kondisi perekonomian dunia mulai anjloknya sektor finansial AS sampai dengan kekhawatiran terhadap ancaman krisis ekonomi Eropa yang terjadi pada saat ini. Maka dari itu, disaat krisis atau ketertekanan ekonomi global, para investor maupun bank-bank sentral justru giat mengkoleksi emas sebagai cadangan kekayaan dan aset mengingat prospeknya akan tetap positif di waktu berikutnya.

Di pihak lain, atau komoditi ’risk appetite’ justru hampir dimiliki oleh komoditi-komoditi utama dunia seperti komoditi energi dan pangan. Besarnya resiko investasi pada jenis komoditi tersebut menjadikan jenis komoditi ini terlalu mudah menerimah pengaruh dari kondisi fundamental ekonomi maupun non ekonomi. Ambil contoh misalnya komoditi energi yang diwakili oleh minyak mentah yang sangat sensitif terhadap data-data ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi negara-negara industri sampai dengan data-data ekonomi turunan seperti sektor properti dan juga tingkat konsumsi. Besarnya cakupan pengaruh tersebut menjadikan minyak mentah cenderung bergerak labil mengingat kuatnya korelasi antara minyak mentah dengan kelangsungan proses perekonomian dunia. Disaat yang bersamaan, pergerakan minyak mentah juga dapat langsung mempengaruhi komoditi jenis lainnya seperti komodisi pangan, mengingat dalam industri pangan kaitan dengan permintaan energi cenderung besar. Bahkan saat ini, komoditi pangan juga bisa dijadikan sebagai komoditi substitusi bagi komoditi energi. Jagung, kedelai dan kelapa sawit yang telah menjadi bahan baku energi alternatif berupa bio energi. Meski bagi komoditi pangan sendiri, pengaruh cuaca saat ini menjadi pengaruh utama yang dapat mempengaruhi jumlah pasokan dan produksi.

Dari hasil uraian tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa masih-masih jenis komoditi memiliki kadar resiko yang berbeda, namun tidak menurunkan kapasitas keutamaannya dalam dunia investasi. Maka dari itu, kita sebagai investor wajib teliti dan paham dalam membaca peluang dan juga mengamati kondisi fundamental dan teknikal supaya dapat meminimalisir resiko. 

CFD vs Trading Saham Biasa


CFD memiliki beberapa perbedaan dengan transaksi saham biasa. Perbedaan-perbedaan itu adalah:
1.    Modal yang diperlukan
Katakanlah kita membeli 1000 lembar saham ABC di perdagangan saham biasa, dengan harga $10 per lembarnya, maka kita harus memiliki modal sebesar 1000 x $10 = $10,000. (Hasil perhitungan ini disebut juga dengan face value”, yang merupakan hasil perkalian harga saham dengan jumlah saham yang diperdagangkan.)
Di CFD, berlaku leverage sebesar 5% (1:20), yang artinya kita cukup mengeluarkan modal (margin) sebesar 5%-nya saja, yaitu $500. Modal yang diperlukan untuk membeli 1000 lembar saham ABC tadi jauh lebih kecil.
Jika ternyata harga saham ABC naik, lalu kita jual di harga $11 per lembarnya, berarti kita mendapatkan keuntungan sebesar $1 per lembar saham. Berhubung tadi kita membeli 1000 lembar, maka keuntungan kita adalah 1000 x $1 = $1,000.
Jika kita melakukan transaksi saham biasa, modal yang kita perlukan tadi adalah sebesar $100,000. Artinya dengan keuntungan $1,000, profit kita hanya sebesar 10% dari modal.
Tapi ingat, di CFD modal yang kita perlukan untuk membeli saham ABChanya $500. Kita berhasil memperoleh profit $1,000, artinya keuntungan kita adalah 200% dari modal!


Transaksi saham biasa
CFD
Harga beli
$10
$10
Modal (untuk 1000 lembar saham)
$10,000
$500
Harga jual
$11
$11
Keuntungan
($11 - $10) x 1000 = $1,000
($11 - $10) x 1000 = $1,000
Tingkat pengembalian
10%
200%



2.    Bisa melakukan short
CFD memungkinkan kita untuk melakukan short (SELL) terlebih dahulu jika kita perkirakan bahwa harga saham tertentu akan turun. Pada perdagangan saham biasa, transaksi ini biasa disebut “short selling”, di mana hal ini tidak bisa dilakukan dengan bebas. Kalaupun bisa, akan membutuhkan biaya yang besar. Bahkan Bursa Efek Indonesia sudah melarang praktek short selling.
3.    Overnight charge (swap)
Overnight charge ini mirip dengan swap pada kontrak gulir. Ada overnight charge yang harus dihitung untuk setiap posisi terbuka yang mengalami overnight. Kita harus membayar swap jika transaksi kita yang overnight adalah transaksi BUY. Namun jika transaksi yang overnight adalah SELL, maka bisa jadi kita mendapatkan swap. Mengenai ini akan kita bahas di bagian tersendiri.
4.    Satuan kontrak (contract size)
Pada perdagangan saham biasa, satuan kontraknya adalah per lembar saham. Tapi pada CFD, satuan kontraknya adalah 1.000 lembar saham (untuk saham US dan Jepang) atau 10.000 lembar saham (untuk saham Hongkong) per lot-nya.
5.    Antrian
Kalau mau membeli ataupun menjual saham tertentu di bursa saham biasa, kita harus rela  berdesakan ‘mengantri’. Misalnya ketika kita ingin membeli saham ABC, maka kita harus menunggu antrian untuk bisa mendapatkan penjual saham tersebut. Sama halnya ketika kita ingin menjual saham ABC, kita harus menunggu juga untuk mendapatkan pembeli. Hal ini tidak berlaku di CFD dimana kita bisa mendapatkan pembeli dan penjual di saat yang sama ketika kita melakukan transaksi melalui komputer
Di CFD hal ini tidak berlaku.
6.    Spread
Spread yang berlaku di CFD sangat ketat (2 pips) dan cenderung tetap (tidak berubah-ubah) selama pasar dalam keadaan normal. Keadaan normal yang dimaksud adalah tidak ada gejolak harga yang terjadi akibat berita ataupun rumor yang beredar di pasar. Sementara di bursa saham biasa, spread sangat bervariasi cenderung berubah-ubah.
7.    Kepemilikan
Berbeda dengan transaksi saham biasa, di CFD kita tidak mempunyai kepemilikan atas saham yang kita beli. Ini karena kita tidak pernah “membeli” sahamnya secara fisik. Ingat, yang kita lakukan hanyalah “membeli” atau “menjual” nilai kontrak atas saham tertentu. Meskipun tidak ada kepemilikan, namun kita tetap bisa memperoleh keuntungan dari pergerakan harga saham itu, sama seperti jika kita trading saham biasa.
Berikut ini adalah tabel perbandingan antara CFD dengan perdagangan saham biasa:
Perbandingan     
TRADING SAHAM BIASA
CFD
Modal (Margin)
100%
5%
Short sell
Mahal dan terbatas
Bisa
Dividen
Ada
Ada
Overnight charge (swap)
Tidak ada
Ada
Satuan kontrak
Per saham
Per Lot (=100 lembar)
Antrian
Ada
Tidak ada
Spread
Bervariasi
Tetap*
Kepemilikan
Ada
Tidak ada
* dalam kondisi pasar normal
sumber: http://www.mysmartfx.com/

Overnight Swap

Kontrak forex termasuk kontrak gulir, artinya transaksi yang kita lakukan (sering disebut dengan “posisi”) bisa kita close (tutup) kapan saja tanpa terikat batas waktu.
Terkadang kita harus membiarkan posisi kita bermalam, artinya tidak kita tutup pada hari perdagangan yang sama. Posisi yang belum kita tutup itu disebut posisi “terbuka” atau “open transaction”. Misalnya kita melakukan membuka posisi (BUY atau SELL) pada hari perdagangan Senin, namun posisi tersebut baru kita close pada hari perdagangan Selasa.
Transaksi seperti ini mengalami “overnight”. Untuk kontrak gulir, ada biaya finansial yang akan dibayar atau diterima untuk setiap posisi terbuka yang mengalami overnight. Biaya ini sering disebut dengan “swap”, ada juga yang menyebutnya dengan “overnight interest”. Besarnya bervariasi pada masing-masing pasangan mata uang.
Satu hari perdagangan yang kita bicarakan di sini tidak sama dengan 1 hari di Indonesia. Jadi bukan dari pukul 00.00 – 24.00 WIB, melainkan 24 jam waktu pembukaan pasar yang dimulai dari New Zealand hingga tutupnya pasar New York. Dengan kata lain, yang dianggap sebagai satu hari perdagangan adalah mulai pukul 03.30 pagi sampai pukul 03.30 pagi esok harinya (lihat lagi tabel waktu pembukaan pasar uang di dunia).
Contoh:
  1. Kita melakukan transaksi BUY pada hari Senin pukul 20.00 WIB, dan posisi itu kita close pada hari Selasa esoknya pada pukul 02.00 dini hari, maka transaksi kita BELUM mengalami overnight.
  2. Kita melakukan transaksi BUY pada hari Selasa pukul 02.00 WIB (dini hari), dan baru kita close hari itu juga tapi pada pukul 05.00 WIB, maka transaksi kita SUDAH mengalami overnight satu hari.
  3. Kita melakukan transaksi BUY pada hari Rabu pukul 23.00 WIB, dan baru kita close hari Kamis esoknya pada pukul 05.00 WIB, maka transaksi kita SUDAH mengalami overnight TIGA hari.
  4. Kita melakukan transaksi BUY pada hari Kamis pukul 02.00 WIB (dini hari), dan baru kita close hari itu juga pada pukul 05.00 WIB, maka transaksi kita SUDAH mengalami overnight TIGA hari.
Ada beberapa catatan kecil yang perlu kita perhatikan, diantaranya: bahwa khusus dari hari Rabu ke hari Kamis dianggap overnight 3 hari, sedangkan dari hari Jumat ke hari Senin hanya dianggap 1 hari saja.
Untuk lebih jelasnya lihat gambar berikut ini:
overnight
Faktor yang mempengaruhi besarnya swap:
1. Bobot hari (lamanya overnight)
Konstanta rate”, yang berbeda-beda untuk setiap pasangan mata uang. Juga berbeda-beda untuk setiap posisi BUY dan SELL. Konstanta ini bisa positif, bisa negatif. Kalau positif, maka kita akan menerima swap untuk posisi terbuka kita. Tapi kalau negatif, maka kita harus bayar swap.
2. Banyaknya posisi terbuka.Nantinya, overnight swap ini akan dihitung secara otomatis oleh platform trading yang kita gunakan, jadi kita tidak perlu repot-repot lagi menghitungnya. Semua sudah tersedia lengkap. Namun jika Anda ingin tahu bagaimana cara menghitungnya, berikut ini adalah rumusnya:
Swap=(i x H)/360  x contract size x jumlah lot
Di mana: i = konstanta rate, dan H = bobot hari

Selasa, 09 November 2010

Deflasi: Manis dan Pahitnya

Kita terbiasa dengan mengeluarkan uang sehari hari minimal Rp 50.000,- menjadi hanya Rp 5.000,- per hari. Alangkah senangnya. Oh sungguh indahnya, semua serba murah.
Tapi jangan senang dulu. Ini adalah awal menyenangkan dari musim dingin ekonomi yang pahit berkepanjangan.
Anda bisa senang. Tapi pihak "Penjual" senep (memendam kekecewaan) karena nilai mata uang menjadi turun drastis. Hal inilah yang dinamakan deflasi. 
Dalam ekonomi, deflasi (bahasa Inggris deflation) adalah suatu periode dimana harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang bertambah. Deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Bila inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar, dimana cara menanggulanginya adalah dengan cara menurunkan tingkat suku bunga atau yang lebih sederhana (meski kadang tidak berhasil) adalah dengan mencetak lebih banyak uang.
Dalam keuangan modern, deflasi didefinisikan sebagai meningkatnya permintaan terhadap uang berdasarkan jumlah uang yang berada di masyarakat. Teori Jumlah Peredaran Uang (Quantity Theory of Money) didapatkan dari persamaan Fisher sebagai berikut: 
MV = PT 
Ket :
M : Money Supply atau Persediaan Uang di masyarakat
V : Velocity atau kecepatan perputaran uang.
P : Average Price Level atau tingkat harga rata-rata.
T : Total Number of transactions atau Jumlah Transaksi.
Didalam deflasi, kontraksi dari persediaan uang akan membuat berkurangnya kecepatan perputaran uang, Lalu jumlah transaksi akan menurun dan jatuhnya harga barang dan jasa secara umum. 
Jadi dapat disimpulkan bahwa ada empat buah penyebab Deflasi : 
1. Menurunnya persediaan uang di masyarakat. 
2. Meningkatnya Persediaan Barang 
3. Menurunnya permintaan akan barang.
4. Naiknya permintaan akan uang 
 Akibat Deflasi?
deflationcartoon1.jpg
Deflasi bukan saja mengguncang kehidupan ekonomi. Dari sisi politis, deflasi dapat memperkeruh pemerintahan. Gambar diambil nicholsoncartoons.com.au

Deflasi dapat menyebabkan menurunnya persediaan uang di masyarakat dan akan menyebabkan depresi besar (seperti yang dialami Amerika dulu) dan juga akan membuat pasar Investasi (Saham) akan mengalami kekacauan. 

Dikarenakan harga barang mengalami penurunan, konsumen memiliki kemampuan untuk menunda belanja mereka lebih lama lagi dengan harapan harga barang akan turun lebih jauh. Akibatnya aktivitas ekonomi akan melambat dan memberikan pengaruh pada spiral deflasi (deflationary spiral). 
Dampak susulan dari melesunya kegiatan ekonomi adalah banyak pekerja yang akhirnya mengalami PHK karena pemiliki bisnis tidak sanggup membayar gaji karyawannya (lha barang tidak laku, mau bayar dari mana?). Dengan demikian pendapatan yang diterima masyarakat menjadi sedikit dan jumlah uang yang beredar di masyarakat semakin berkurang.  
Dari sisi investasi, deflasi juga mengakibatkan melesunya investasi di sektor riil maupun di lantai bursa. Akibatnya ini akan menambah berat kelesuan ekonomi dikarenakan tidak ada lagi aktivitas bisnis yang berjalan. 
Deflasi juga dapat menyebabkan suku bunga disuatu negara menjadi nol persen. Lalu diikuti juga dengan turunnya suku bunga pinjaman di bank. Ini memang merupakan langkah paliatif untuk mencegah masyarakat menyimpan uangnya di bank yang dapat membuat peredaran uang semakin kecil.
Cara mengatasi Deflasi
Deflasi dapat diibaratkan jatuh sakitnya seseorang karena jarang berolah raga. Apabila seseorang pada dasarnya memiliki kaki normal namun malas menggunakannya, maka ini akan mengakibatkan menyusutnya otot-otot kaki yang jarang digunakan tersebut. Dalam jangka waktu lebih lama orang tersebut akan tidak dapat berjalan sama sekali berhubung otot sudah terlalu lemah untuk digunakan. Apabila keadaan ini justru didiamkan, bukan tidak mungkin akan mengalami kelumpuhan selamanya. 
Hal ini parallel dengan deflasi. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan melatih kembali otot-otot yang sudah lama tidak digunakan. Meski memakan waktu lama, hal ini adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan kekuatan otot yang melemah. Dengan kata lain untuk mencegah deflasi menjadi krisis ekonomi besar, pemerintah dan semua pihak yang terkait harus bersepakat untuk memulai kembali kegiatan ekonomi yang sempat terhenti karena salah urus tersebut. Tentu saja ini membutuhkan waktu yang tidak sedikir. Lazim dikatakan oleh para analis eknonomi bahwa deflasi merupakan kondisi krisis moneter yang sebenarnya tidak memiliki obat yang efektif. Apabila pada inflasi  Bank Sentral dapat menaikkan suku bunga untuk menahannya, menurunkan suku bunga bahkan hingga nol persen bukanlah jalan keluar bagi deflasi. Pasalnya ini akan membuat pemasukan pemerintah menjadi nol juga atau bahkan negative. Belum lagi hal ini akan memicu aksi spekulan luar negeri yang dapat menjalankan Carry Trade sehingga nilai uang justru menjadi jatuh. Akibatnya, biaya impor menjadi terbebani sementara ekspor tidak menunjukkan kenaikan signifikan berhubung melemahnya mata uang disebabkan oleh aksi spekulan semata-mata. 
Cara yang paling lazim digunakan adalah memberikan stimulus ekonomi berupa bantuan likuiditas ke sektor bisnis. Dengan demikian diharapkan kegiatan ekonomi kembali berputar. Pemerintah juga dapat memotong pajak dan meningkatkan belanjanya sendiri untuk menggairahkan perekonomian. Dari sisi Bank Sentral, pemerintah juga dapat meningkatkan peredaran uang di masyarakat dengan membeli surat hutang sektor swasta dan menukarkannya dengan uang tunai. Selain itu, juga dapat dilakukan dengan memotong suku bunga. Namun seperti dijelaskan di atas, memotong suku bunga bukanlah jalan keluar yang sesungguhnya tetapi hanya sekedar pengobatan sementara untuk menggairahkan ekonomi dan mengharapkan harga bergerak naik dengan sendirinya.
References

Inflasi

Berkas:Inflation rate world.PNG
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang.[1] Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.

Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

Penyebab

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi).[rujukan?] Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu
kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji,misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

Penggolongan

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
  • Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
  • Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
  • Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
  • Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)


Mengukur inflasi

Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
Indeks harga barang-barang modal
Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.

Dampak
Pekerja dengan gaji tetap sangat dirugikan dengan adanya Inflasi
Pekerja dengan gaji tetap sangat dirugikan dengan adanya Inflasi.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Peran bank sentral

Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen -- salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian -- akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.

Referensi



  1. Barro, Robert J. Macroeconomics
  2. Brown, A. World Inflation Since 1950
  3. Case, Karl E. and Fair, Ray C. Principles of Macroeconomics
  4. Bureau of Labor Statistics
  5. Kieler, Mads The ECB's Inflation Objective
  6. George Reisman, Capitalism: A Treatise on Economics (Ottawa : Jameson Books, 1990), 503-506 & Chapter 19 ISBN 0-915463-73-3
  7. Murray N. RothbardWhat has government done to our money? ISBN 0-945466-10-2. Good introduction to Austrian school's view on money, inflation etc.